Dalam
tulisan ini saya akan membahas teori-teori yang terdapat dalam bahan bacaan “A”
Level Sociology, A Resource-Based Learning Approach”, yang akan
dikelompokkan kepada model-model kekuasaan. Model-Model kekuasaan yang dimaksud
adalah: Model Voluntaris, Model Hermeneutic, Model Strukturalis, dan Model
PostModernisme. Sedangkan teori-teoeri yang terdapat dalam bahan ialah Teori
Elite, Teori Pluralis, dan Teori Rulling Kelas.
Teori Elite
membeeri gagasan bahwa dalam suatu negara atau masyarakat terdapat kelompok
elit dan kelompok massa. Mosca berpendapat kelompok elit terbagi atas
dua kelas yaitu adanya penguasa yang memiliki jumlah yang lebih kecil yang akan
mnjalankan semua fungsi politik, memonopoli kekuasaan dan menikmati keuntungan
yang dibrikan oleh kekuasaan tersebut. Kelompok yang kedua adalah yang dikuasai
yaitu kelompok yang jumlahnya lebih besar da dikendalikan oleh kelas penguasa.
Selain itu Pareto melihat teori elit merupakan sekelompok kecil individu
yang memiliki kualitas-kualitas terbaik yang dapat menjangkau pusat kekuasaan.
Melihat penjelasan kekuasaan menurut teori elit maka teori elit dapat
digolongkan kedalam Model kekuasaan Strukturalis yang berbasiskan atas
pemikrian Karl Marx tentang kelas.
Teori ini
digolongkan menjadi model kekuasaan struturalis karena dalam teori elit adanya
dua kelas yang terdapat dalam memandang kekuasaan yaitu adanya kelas yang
memerintah dan kelas yang diperintah. Kelas yang memerintah adalah orang yang
berkuasa yang mampu dan memiliki kecakapan memimpin dan menjalankan kontrol
politik, sedangkan kelas yang diperintah merupakan kelas yang dikendalikan oleh
kelas yang memerintah. Dalam model kekuasaan strukturalis kelas yang memimpin
merupakan individu yang membuat kebijakan dalam pengambilan keputusan untuk
mengatur kelompok yang diperintah sesuai dengan kepentingan pribadi. Model
kekuasaan strukturalis yang dikemukakan oleh Marx memandang juga melihat
ketidakadilan, konflik dan kekuasaan dalam hal struktural, sebagai kelas
kesenjangan, konflik kelas, dan kelas dominasi. Adanya pengelompokkan
kelas-kelas inilah yang meletakkan Teori Elit dapat digolongkan kedalam model
kekuasaan strukturalis.
Teori Pluralis
memandang kekuasaan dipandang diadakan oleh berbagai kelompok dalam
masyarakat (beberapa lebih kuat daripada yang lain) yang bersaing satu dengan
yang lain. Teori Pluralis kekuasaan dapat diambil oleh siapa saja karena tidak
ada satu kelompok ataupun satu kelas yang mampu mendominasi kelompok lainnya.
Hal ini memandang siapa saja bisa memperoleh kekuasaan tergantung bagaimana
seseorang tersebut bersaing dalam memperoleh kekuasaan yang ada dalam sebuah
negara.
Berdasarkan
pemaparan diatas Teori Pluralis ini dapat digolongkan dalam model kekuasaan
Hermeneutic. Model kekuasaan hermeneutic memandang kekuasaan sebagai hasil
kemenangan atas pertarungan pemaknaan dalam komunitas sosial. Selain itu model
kekuasaan hermeneutic memfokuskan pada norma dan simbol yang bervariasi
membentuk rasionalitas praktis dari agen sosial. Secara jelas dapat dilihat
bahwa teori pluralis digolongkan kedalam model kekuasaan hermeneutic karena
adanya persaingan yang terjadi dalam merebut kekuasaan oleh
kelompok-kelompok yang berbeda dan beragam dalam masyarakat. Perbedaan kelompok
berarti membuat adanya perbedaan simbol-simbol atau norma-norma yang ada dalam
satu kelompok. Adanya simbol dan norma ini digunakan sebagai pemaknaan dalam
merebut kekuasan dalam suatu negara. Bagaimana satu kelompok atau seseorang
menggunakan cara-cara untuk mendapatkan kekuasaan melalui simbol atau norma
untuk bersaing dengan kelompok yang lain sehingga seseorang dapat
mempertahankan kekuasaan ataupun merebut kekuasaan.
Teori
Pengelompokkan atau Class Theory memandang bahwa kekuasaan diperoleh
dari pengelompokkan kelas. Teori kelas yang dikemukakan oleh Karl Marx
memandang bagaimana hubungan antarmanusia yang terjadi dilihat dari hubungan
antara masing-masing terhadap sarana-sarana produksi yaitu dilihat dari usaha
berbeda dalam mendapatkan sumber daya yang langka. Dalam teori ini ada
pembagian yaitu “Instrumental Marxism dan Strukturalist Marxism”.
Marxism instrumental memandang bahwa struktur ekonomi menentukan segalanya dan
mempromosikan kelas atas, kelas atau masyarakat dalam marxis instrumental
menentukan bagaimana hukum diundangkan, diberlakukan dan apa jenis hukum yang
diberikan. Instrument Marxism berpendapat bahwa negara bertindank sesuai dengan
perintah dari kelas kapitalis. Hal inilah yang menunjukkan gagasan bahwa proses
superstruktur ditentukan oleh basis ekonomi dan adanya korelasi langsung antara
kelas daya (pemilik alat produksi) dan kekuasaan negara.
Selain itu
ada Strukturalist Marxism yang memandang bahwa institusi-institusi dalam negara
menyediakan sarana mereproduksi hubungan kelas dan dominasi kelas dibawah
kapitalisme. Teori ini tidak setuju bahwa negara bertindak atas perintah dari
kelas kapitalis melainkan atas nama modal. Marxis Struktural pada peran negara
sebagai penyelenggara dan mediator dalam hal interaksi antara basis ekonomi dan
superstruktur politik dan hukum. Strukturalist Marxis membentuk hukum bukan
dengan ekonomi dan status sosial tetapi bagaimana dapat menangani kejahatan
oleh banyak faktor (hukum, pendidikan, agama, moralitas). Dalam teori kelas
ini, kelas bawah dapat masuk ke atas dan menjadi bagian dari kelas atas karena
keras dan sehat.
Berdasarkan
pemaparan teori kelas yang diatas maka teori ini dapat digolongkan kedalam
model kekuasaan Strukturalis. Dapat digolongkan kedalam model ini karena adanya
pembagian kelas berdasarkan basis ekonomi yang dimiliki seseorang. Teori ini
menyatakan bahwa kekuasaan dilihat dari alat-alat produksi yang dimiliki,
dengan melihat hal tersebut sesuai pernyataan Lenin dalam Model Strukturalis
teori kelas ini digolongkan model tersebut karena didefenisikan sebagai
golongan sosial dalam sebuah tatanan masyarakat yang ditentukan oleh posisi
tertentu dalam proses produksi. Basis ekonomi membuat teori ini dikelompokkan
dalam model strukturalis karena adanya pembagian kelas yaitu kaum pemilik modal
yang hidup dari laba yang didapat. Kepentingan borjuis dan proletar selalu
bertentangan, membuat mereka mengambil sikap dasar yang berbeda terhadap
perubahan social. Setiap kelas bertindak sesuai dengan kepentingan yang
dimiikinya tanpa melihat kelas yang lain.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar